Pertempuran Dilaut Karang
Senin, 08 Januari 2018
Edit
Robi Dwi Kurniawan/PIS/17
Pertempuran Laut Karang atau Pertempuran Laut Koral 4 Mei-8 Mei  1942 adalah pertempuran laut besar di medan Perang  Pasifik antara Angkatan Laut Kekaisaran Jepang  melawan angkatan laut dan angkatan udara Sekutu dari Amerika  Serikat dan Australia. Pertempuran ini merupakan pertempuran laut pertama  antara dua armada yang melibatkan kapal induk,  dan dicatat sebagai pertempuran laut pertama dalam sejarah yang melibatkan  kapal-kapal perang kedua belah pihak yang tidak saling menembak secara langsung  dari kapal ke kapal.
A.Latar Belakang
Pada 7  Desember 1941, kapal-kapal induk Jepang menyerang Armada Pasifik Amerika Serikat  di Pearl Harbor, Hawaii.  Serangan tersebut menghancurkan atau melumpuhkan sebagian besar kapal-kapal tempur  Armada Pasifik Amerika Serikat, sekaligus mengawali perang terbuka antara  kedua negara. Dalam perang ini, pemimpin-pemimpin perang Jepang berusaha  melenyapkan ancaman dari armada Amerika, merampas wilayah-wilayah jajahan  Sekutu yang kaya sumber alam, dan menguasai pangkalan militer strategis untuk  mempertahankan wilayah kekuasaan Jepang yang semakin besar. Pada saat yang  hampir bersamaan dengan Pengeboman Pearl Harbor, Jepang menyerang Malaya  hingga menyebabkan Britania Raya, Australia,  dan Selandia Baru  bergabung dengan Amerika Serikat sebagai Sekutu dalam perang melawan Jepang.  Sesuai dengan "Perintah Rahasia Nomor Satu" tertanggal 1 November  1941 yang dikeluarkan Armada Gabungan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, tujuan  awal Jepang dalam perang adalah "(melumpuhkan) kekuatan Inggris dan Amerika  dari Hindia Belanda dan Filipina, (serta) menetapkan kebijakan kemerdekaan ekonomi dan  swasembada secara otonom.
Dalam usaha mencapai tujuan akhir  perang, dalam beberapa bulan pertama tahun 1942, tentara Jepang menyerang dan  berhasil mengambil alih Filipina, Thailand, Singapura, Hindia  Belanda, Kepulauan Wake, Britania Baru,  serta Kepulauan Gilbert dan Guam. Dalam proses  pengambilalihan wilayah-wilayah tersebut, Jepang mengakibatkan kerugian besar  bagi kekuatan darat, laut dan udara pihak Sekutu. Negara-negara taklukan Jepang  menurut rencana akan dipakai sebagai pertahanan garis luar bagi Kekaisaran  Jepang, sekaligus melancarkan taktik perang menghabiskan  tenaga lawan dalam usahanya mengalahkan atau menghabisi serangan  balasan Sekutu. 
Tidak lama setelah perang  berlangsung, Staf Umum Angkatan Laut  mengeluarkan rekomendasi untuk menginvasi  Australia sebagai tindakan pencegahan agar Australia tidak dipakai  sebagai pangkalan militer yang mengancam pertahanan garis luar Jepang di  Pasifik Selatan. Namun rekomendasi ini ditolak Angkatan Darat Kekaisaran Jepang  yang mengemukakan alasan bahwa Jepang tidak memiliki kapasitas kapal dan  kekuatan militer yang cukup. Pada saat yang bersamaan, komandan Armada IV  Angkatan Laut Jepang Laksamana  Madya Shigeyoshi Inoue  mengusulkan pendudukan Tulagi yang berada di tenggara Kepulauan  Solomon dan Port Moresby di Papua Nugini.  Usulannya membuat bagian utara Australia berada dalam jangkauan pesawat-pesawat  terbang Jepang yang berpangkalan di darat. Sebagai pimpinan Armada IV yang juga  disebut Armada Laut Selatan, Inoue membawahi unit-unit angkatan laut di kawasan  Pasifik Selatan. Ia percaya bahwa pendudukan dan penguasaan lokasi-lokasi  tersebut akan menjamin keamanan dan pertahanan bagi pangkalan utama Jepang di Rabaul,  Britania Baru. Staf Umum Angkatan Laut dan Angkatan Darat Kekaisaran Jepang  menerima proposal Inoue dan merencanakan operasi-operasi lanjutan. Dalam  operasi lanjutan, lokasi-lokasi yang diusulkan Inoue akan dijadikan pangkalan  militer pendukung dalam usaha berikutnya merebut Kaledonia  Baru, Fiji,  dan Samoa  yang bila berhasil akan memutuskan jalur komunikasi dan perbekalan  antara Australia dan Amerika Serikat. 
Pada April 1942, angkatan laut dan  angkatan darat menyusun rencana yang diberi nama Operasi MO. Menurut rencana ini,  Port Moresby akan diserang dari laut dan harus dapat diamankan sebelum 10 Mei  1942. Rencana yang sama juga mencantumkan pengambilalihan Tulagi pada 2-3 Mei  1942. Angkatan Laut akan menjadikan Tulagi sebagai pangkalan bagi pesawat amfibi  yang akan menyerang teritori dan tentara Sekutu di Pasifik Selatan. Setelah  Operasi MO selesai disusun,  angkatan laut menyusun rencana lain untuk Operasi RY yang bertujuan merebut Nauru dan Kepulauan Banaba yang kaya  dengan fosfat  pada 15 Mei 1942. Operasi RY  akan dilancarkan memakai kapal-kapal yang berpangkalan di lokasi yang telah  direbut dalam operasi MO.  Operasi militer berikutnya yang disebut Operasi FS bertujuan merebut Fiji, Samoa, dan Kaledonia Baru,  dan akan disusun setelah operasi MO  dan RY selesai. Pada Maret 1942  pesawat-pesawat Sekutu yang berpangkalan di kapal induk dan di darat menyerang  kapal-kapal perang Jepang yang melakukan invasi ke kawasan Lae-Salamaua  dan mengakibatkan kerugian bagi Jepang. Oleh karena itu, Inoue meminta Armada  Gabungan untuk mengirimkan kapal induk sebagai perlindungan dari udara bagi  kekuatan militer Jepang dalam Operasi MO.  Inoue terutama menyatakan kecemasannya terhadap pesawat pengebom Sekutu yang  berpangkalan di Townsville dan Cooktown, Australia. Kedua  pangkalam militer Sekutu tersebut berada di luar jangkauan pesawat pengebom  Jepang yang berpangkalan di Rabaul dan Lae. 
Komandan Armada  Gabungan Jepang, Laksamana Isoroku  Yamamoto secara bersamaan menyusun operasi militer untuk bulan Juni  1942 yang dimaksudkan agar kapal-kapal induk Amerika Serikat yang belum hancur  di Pearl Harbor masuk perangkap dan bertemu dengan armadanya dalam pertempuran  menentukan di Samudra Pasifik dekat Atol Midway.  Sebagai dukungannya terhadap Operasi MO,  Yamamoto mengerahkan beberapa kapal perang besar, termasuk dua kapal induk,  satu kapal induk ringan, sebuah divisi kapal penjelajah, dan dua divisi kapal  penjelajah, serta menunjuk Inoue sebagai komandan armada. 
Selama bertahun-tahun tanpa  diketahui Jepang, Bagian Keamanan Komunikasi, Kantor Komunikasi Angkatan Laut  Amerika Serikat telah berhasil menembus sandi komunikasi Jepang.  Hingga Maret 1942, Amerika Serikat telah berhasil menguraikan 15% dari kode Ro atau Buku Kode D Angkatan Laut (disebut sandi JN-25B oleh Amerika  Serikat) yang dipakai Angkatan Laut Kekaisaran Jepang untuk kira-kira setengah  dari komunikasi yang dilakukannya. Hingga akhir April 1942, militer Amerika  Serikat sudah dapat membaca 85% dari sinyal yang ditransmisikan memakai kode Ro. 
Pada Maret 1942, Amerika Serikat  untuk pertama kalinya menangkap pesan Jepang yang menyebut soal Operasi MO. Amerika Serikat pada 5 April  menangkap sandi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang yang ditujukan ke sebuah kapal  induk dan kapal-kapal perang berukuran besar lainnya yang sedang menuju kawasan  operasi Inoue. Pada 13 April, Inggris menguraikan sandi Angkatan Laut  Kekaisaran Jepang yang memberi tahu Inoue tentang Divisi Kapal  Induk Kelima yang terdiri dari kapal induk Shokaku dan Zuikaku sedang  menuju armada Inoue, diberangkatkan dari Formosa  melewati pangkalan utama AL Kekaisaran Jepang di Truk. Pihak Inggris  meneruskan pesan ini kepada pihak Amerika Serikat berikut kesimpulan mereka  bahwa Port Moresby kemungkinan besar adalah target Operasi MO.Komandan baru Sekutu di  Pasifik yang baru diangkat, Laksamana Chester Nimitz dan para  staf membahas tentang pesan Jepang yang bocor dan sepakat pihak Jepang mungkin  sedang memulai operasi besar-besaran di Pasifik Barat Daya pada awal Mei dan  kemungkinan Port Moresby merupakan target. Sekutu menganggap Port Moresby  sebagai pangkalan kunci untuk serangan balasan yang dipimpin Douglas  MacArthur terhadap kekuatan militer Jepang di kawasan Pasifik. Staf  Laksamana Nimitz juga menyimpulkan kemungkinan operasi militer Jepang mencakup  serangan udara dari kapal induk terhadap pangkalan Sekutu di Samoa dan Suva. Setelah  berkonsultasi dengan Panglima Tertinggi Armada Amerika Serikat  Laksamana Ernest King, Nimitz  memutuskan untuk melawan Jepang dengan cara mengerahkan seluruh kapal induk  (empat kapal induk) armada Pasifik ke Laut Koral.  Pada 27 April, pesan-pesan Jepang yang berhasil ditangkap pihak intelijen  Amerika Serikat memastikan sebagian besar rincian dan target Operasi MO and RY.
Pada 29 April 1942, Nimitz  mengeluarkan perintah memberangkatkan empat kapal induk bersama kapal-kapal  perang pendukung menuju Laut Koral. Di bawah komando Laksamana Muda Fletcher, Gugus Tugas 17 (TF17)  terdiri dari kapal induk Yorktown  dengan kawalan tiga kapal penjelajah dan empat kapal perusak, serta dukungan  logistik dari dua kapal tanker sudah berada di Pasifik Selatan. Dukungan  logistik diberangkatkan dari Tongatabu pada 27 April,  dan sudah menuju ke Laut Koral. Gugus Tugas 11 (TF11) di  bawah komando Laksamana Muda Aubrey Fitch terdiri dari  kapal induk Lexington  yang dikawal dua kapal penjelajah dan lima kapal perusak sudah berada di antara  Fiji dan Kaledonia Baru. Gugus Tugas 16 (TF16)  terdiri dari dua kapal induk, Enterprise dan Hornet  berada di bawah komando Laksamana Madya William F. Halsey. Mereka  baru tiba di Pearl Harbor setelah dipakai dalam Serangan Doolittle di Pasifik tengah sehingga  tidak diberangkatkan karena tidak akan sampai tepat waktu di Pasifik Selatan  untuk turut serta dalam pertempuran. Nimitz menunjuk Fletcher sebagai komandan  armada laut Sekutu di kawasan Pasifik Selatan hingga Halsey tiba bersama TF16.  Walaupun kawasan Laut Koral masih di bawah komando MacArthur, Fletcher dan  Halsey sewaktu berada di kawasan Laut Koral diperintahkan untuk langsung  melapor ke Nimitz, dan bukan ke MacArthur..
C.Jalannya Pertempuran
Sepanjang akhir April, kapal selam  Jepang RO-33 dan RO-34 memata-matai kawasan yang akan dijadikan  tempat pendaratan tentara Jepang. Kapal-kapal selam Jepang juga memeriksa Kepulauan  Rossel dan teluk-teluk di Kepulauan Deboyne yang berada di Gugus  Kepulauan Louisiade, Selat Jomard, dan jalur  pelayaran ke Port Moresby dari sebelah timur. Setelah tidak menemui satu pun  kapal Sekutu, mereka kembali ke Rabaul pada 23 April dan 24 April. 
Laksamana Muda Koso Abe  memimpin invasi Jepang ke Port Moresby dengan mengerahkan 12 kapal angkut yang  membawa sekitar 5.000 prajurit dari Detasemen Laut Selatan  Angkatan Darat Jepang, ditambah sekitar 500 prajurit dari Pasukan  Khusus Pendaratan Angkatan Laut III Kure. Kapal angkut Jepang  dikawal Kesatuan Serang Port Moresby yang terdiri dari satu kapal penjelajah  ringan dan enam kapal perusak di bawah komando Laksamana Muda Sadamichi Kajioka.  Kapal-kapal Abe berangkat dari Rabaul menempuh perjalanan sejauh 840 mil laut  (1.556 km) dengan kecepatan 8 knot (15 km/h) menuju Port Moresby pada  4 Mei. Pada hari berikutnya, kapal-kapal Abe bergabung dengan kapal-kapal  pengawal di bawah komando Kajioka. Armada Jepang melaju dengan kecepatan 8 knot  (15 km/h) dengan rencana transit di Selat Jomard di Louisiade, dan  melewati sekitar ujung selatan Pulau Nugini sebelum tiba di Port Moresby pada  10 Mei. Garnisun Sekutu di Port Moresby berjumlah sekitar 5.333 prajurit, namun  jumlah pasukan infanteri hanya setengah dari jumlah total, dan semuanya  dilengkapi persenjataan yang buruk dan kurang latihan. 
Kapal-kapal dalam Grup Perlindungan  yang dipimpin Goto diberangkatkan dari Truk pada 28 April, berlayar melalui  Kepulauan Solomon antara Kepulauan Bougainville  dan Kepulauan Choiseul sebelum  diposkan dekat Kepulauan New Georgia. Kapal-kapal  dalam Kesatuan Perlindungan yang dipimpin Marumo diberangkatkan dari Irlandia Baru pada 29 April menuju Teluk Thousand Ships, Kepulauan Santa Isabel,  sebelum diposkan sebagai pangkalan pesawat amfibi pendukung invasi Tulagi pada  2 Mei. Kesatuan invasi di bawah komando Shima diberangkatkan dari Rabaul pada  30 April. 
Kesatuan Serbu Kapal Induk Jepang  berintikan kapal induk Zuikaku  dan Shokaku, serta dua kapal  penjelajah berat dan enam kapal perusak yang diberangkatkan dari Truk pada 1  Mei. Kesatuan Serbu ini berada di bawah komando Laksamana Madya Takeo Takagi  (sebagai kapal komando adalah kapal penjelajah Myoko) bersama Laksamana Muda Chuichi Hara yang  berkedudukan di atas Zuikaku  sebagai komandan taktis pesawat kapal induk. Mereka berlayar melewati sisi  timur Kepulauan Solomon dan memasuki Laut Koral dari selatan Guadalkanal.  Setelah berada di Laut Koral, kapal-kapal induk ditugaskan untuk memberi  perlindungan udara bagi pasukan Jepang yang melakukan invasi, menghancurkan  kekuatan udara Sekutu di Port Moresby, dan mencegat serta menghancurkan semua  kekuatan angkatan laut Sekutu yang memasuki Laut Koral untuk melakukan serangan  balasan. 
Dalam perjalanan menuju Laut Koral,  kapal-kapal induk Takagi ditugaskan untuk mengantar sembilan pesawat tempur Zero  ke Rabaul. Namun cuaca buruk selama dua kali usaha mengantarkan pesawat Zero  pada 2 Mei dan 3 Mei memaksa pesawat-pesawat tersebut kembali ke kapal induk  yang berada di posisi 240 nautical mile (444 km) dari Rabaul. Salah satu  pesawat Zero bahkan terpaksa mendarat di laut. Setelah dua kali usaha  pengantaran gagal, Takagi dalam usaha menjaga jadwal Operasi MO, terpaksa membatalkan usaha  pengantaran pesawat Zero. Kapal-kapal diperintahkannya menuju ke Kepulauan  Solomon untuk mengisi bahan bakar. 
Sebagai pemberi peringatan dini,  Jepang telah mengerahkan kapal selam I-22, I-24, I-28, dan I-29 yang membentuk jaringan pengintai sekitar  450 nautical mile (833 km) barat daya Guadalkanal. Namun armada Fletcher  sudah lewat lebih dulu dan memasuki Laut Koral sebelum kapal-kapal selam Jepang  berada di pos masing-masing. Hal ini menyebabkan Jepang tidak tahu akan  keberadaan armada Sekutu di bawah komando Fletcher. Satu kapal selam Jepang, I-21 yang dikirim untuk mengintai sekitar  Noum�a diserang oleh pesawat-pesawat dari Yorktown pada 2 Mei. I-21  tidak mengalami kerusakan, namun sepertinya tidak sadar bahwa serangan berasal  dari pesawat yang berpangkalan di kapal induk. Kapal selam RO-33 dan RO-34 juga dikerahkan sebagai usaha Jepang memblokade Port  Moresby, dan tiba di lepas pantai pada 5 Mei. Keduanya tidak bertemu dengan  kapal-kapal Sekutu selama pertempuran berlangsung. 
D.Pasca Pertempuran
Pada 9 Mei, TF17 mengubah haluan ke  timur dan keluar dari Laut Koral melalui rute selatan Kaledonia Baru. Nimitz  memerintahkan Fletcher untuk mengembalikan Yorktown ke Pearl Harbor secepat mungkin setelah mengisi bahan  bakar di Tongatabu. Sepanjang hari itu, pesawat pengebom Angkatan Darat Amerika  Serikat menyerang Deboyne dan Kamikawa  Maru, namun kerusakan yang ditimbulkan tidak diketahui. Sementara itu,  Crace yang tidak mendapat berita apa pun dari Fletcher menyimpulkan TF17 telah  meninggalkan lokasi pertempuran. Pukul 01.00 tanggal 10 Mei, setelah tidak  mendapat berita lebih lanjut tentang pergerakan kapal-kapal Jepang menuju Port  Moresby, Crace berputar menuju Australia dan tiba di Cid Harbor, 130 nautical  mile (241 km) utara Townsville pada 11 Mei. 
Pada pukul 22.00 tanggal 8 Mei,  Yamamoto memerintahkan kapal-kapal Inoue untuk berbalik, menghancurkan sisa  kapal-kapal Sekutu, dan menyelesaikan invasi ke Port Moresby. Inoue tidak  membatalkan penarikan mundur konvoi invasi, namun memerintahkan Takagi dan Goto  untuk mengejar sisa kapal-kapal Sekutu di Laut Koral. Persediaan bahan bakar  kapal-kapal perang Takagi sudah kritis, dan menghabiskan hampir sepanjang hari  9 Mei mengisi bahan bakar dari tanker Toho  Maru. Larut malam 9 Mei, Takagi dan Goto berlayar ke tenggara, dan lalu  ke barat daya menuju Laut Koral. Pesawat-pesawat amfibi dari Deboyne membantu  Takagi mencari armada TF17 pada pagi 10 Mei. Namun kapal-kapal Fletcher dan  Crace sudah meninggalkan lokasi. Pukul 13.00 tanggal 10 Mei, Takagi  berkesimpulan musuh sudah pergi dan memutuskan untuk kembali ke Rabaul.  Yamamoto setuju dengan keputusan Takagi dan memerintahkan Zuikaku kembali ke Jepang untuk  dilengkapi kembali dengan pesawat-pesawat. Pada saat yang bersamaan, Kamikawa Maru juga meninggalkan  Deboyne. Pada siang 11 Mei, satu pesawat PBY  Angkatan Laut Amerika Serikat yang sedang berpatroli dari Noum�a melihat Neosho sedang terapung-apung di (15�35'LU  155�36'BT15,583�LS 155,6�BT). Pada  hari itu juga, kapal perusak Amerika Serikat Henley  bertindak dan menyelamatkan 109 awak Neosho  dan 14 awak Sims yang selamat,  dan lalu menenggelamkan Neosho  dengan tembakan torpedo. 
Pada 10 Mei, Operasi RY dinyatakan berakhir. Setelah kapal  penyebar ranjau Okinoshima yang dijadikan kapal komando  ditenggelamkan oleh kapal selam Amerika Serikat S-42  pada 12 Mei (05�06'LU  153�48'BT5,1�LS 153,8�BT),  pendaratan pasukan ditunda hingga 17 Mei. Sementara itu, armada TF16 di bawah  pimpinan Halsey mencapai Pasifik Selatan dekat Efate, dan pada 13 Mei berlayar  ke utara untuk mencegat kapal-kapal Jepang yang mendekati Nauru dan Kepulauan  Ocean. Setelah mendapat laporan intelijen tentang operasi berikutnya Armada  Gabungan Jepang ke Midway, Nimitz pada 14 Mei memerintahkan Halsey untuk  memastikan pesawat pengintai Jepang dapat melihat kapal-kapal Halsey pada hari  berikutnya. Nimitz setelah itu segera kembali ke Pearl Harbor. Pada 10.15  tanggal 15 Mei, pesawat pengintai Kawanishi dari Tulagi melihat TF16 di 445  nautical mile (824 km) timur Kepulauan Solomon. Gerak tipu kapal-kapal  Halsey berhasil. Setelah mencemaskan serangan udara kapal induk Amerika Serikat  terhadap pasukan invasi Jepang, Inoue segera membatalkan Operasi RY. Kapal-kapal diperintahkannya  untuk kembali ke Rabaul dan Truk. Pada 19 Mei, TF16 yang kembali ke kawasan  Efate untuk mengisi bahan bakar, dan berbelok menuju Pearl Harbor. TF16 tiba di  Pearl Harbor pada 26 Mei, sementara Yorktown  tiba pada hari berikutnya. 
Shokaku tiba di  Kure, Jepang, pada 17 Mei. Dalam perjalanan, kapal induk ini hampir terbalik  akibat kerusakan yang diderita selama pertempuran. Zuikaku tiba di Kure pada 21 Mei, setelah berhenti sebentar di  Truk pada 15 Mei. Berbekal sinyal intelijen, Amerika Serikat mengerahkan  delapan kapal selam di sepanjang rute yang diperkirakan akan dilewati  kapal-kapal induk Jepang sewaktu kembali ke Jepang. Namun, kapal-kapal selam  tersebut tidak berhasil melakukan serangan. Staf Umum Angkatan Laut Kekaisaran  Jepang memperkirakan perlu waktu dua hingga tiga bulan untuk memperbaiki Shokaku dan melengkapi kembali  skuadron udaranya. Oleh karena itu, Shokaku  dan Zuikaku keduanya tidak  dapat ikut serta dalam operasi Yamamoto yang berikutnya di Midway. Shokaku dan Zuikaku bergabung kembali dengan Armada Gabungan pada 14 Juli  dan berperan utama dalam pertempuran antarkapal induk yang berikutnya melawan  Amerika Serikat. Lima kapal selam kelas I  yang mendukung Operasi MO  dialihkan untuk mendukung penyerangan  ke Pelabuhan Sydney tiga minggu kemudian sebagai bagian dari usaha  mengganggu jalur logistik Sekutu. Dalam perjalanan ke Truk, I-28 terkena tembakan torpedo dari  kapal selam Amerika Serikat Tautog  dan tenggelam berikut semua awaknya. 
DAFTAR PUSTAKA
P.K.Ojong;Perang Pasifik;Sekapur sirih:onghokham