PERJUANGAN I GUSTI KETUT JELANTIK MELAWAN PENJAJAH BELANDA
Selasa, 26 Desember 2017
Edit
SURYANTI/SI III/A
            I Gusti Ketut Jelantik, terlahir di  desa Tukadmungga pada  tahun 1850. Beliau adalah generasi ke IX dalam  silsilah keturunan Ki Gusti Anglurah Panji Sakti. Pada usia 25 tahun, I Gusti  Ketut Jelantik ditinggal wafat oleh ayahandanya, I Gusti Ketut Banjar, yang  pernah menjabat Sedahan Agung semasih Bali di bawah raja I Gusti Made Karang.
Ibunya, Gusti Biang Kompyang Keramas berasal dari Banjar Penataran desa Buleleng, setelah menjanda diambil sebagai isteri oleh I Gusti Bagus Jelantik, yang tidak lain adalah kakak kandung I Gusti Ketut Banjar almarhum. I Gusti Bagus Jelantik waktu itu sebagai Punggawa Penarukan (1860-1880) yang kemudian merangkap jabatan sebagai Patih Kerajaan Buleleng (1872-1887). Mereka tinggal di Puri
Kanginan beserta seluruh sanak keluarga.
Ibunya, Gusti Biang Kompyang Keramas berasal dari Banjar Penataran desa Buleleng, setelah menjanda diambil sebagai isteri oleh I Gusti Bagus Jelantik, yang tidak lain adalah kakak kandung I Gusti Ketut Banjar almarhum. I Gusti Bagus Jelantik waktu itu sebagai Punggawa Penarukan (1860-1880) yang kemudian merangkap jabatan sebagai Patih Kerajaan Buleleng (1872-1887). Mereka tinggal di Puri
Kanginan beserta seluruh sanak keluarga.
            Kini I Gusti Ketut Jelantik telah  diangkat sebagai penguasa lokal, menjabat punggawa district van Buleleng sejak  1898. Beliau bertugas dibawah asisten residen (pejabat) Schwartz. Waktunya  bertepatan dengan dimulainya politik luar negeri Belanda di Den Haag, dengan  "ethische politiek" atau politik ber-etika di Indonesia yang penerapan lebih  lunak setelah berlakunya "cultuurstelsel" yang mendapat kritik secara luas,  baik di negeri jajahan maupun di parlemen Belanda. Kebijakan baru ini memberi  peluang lebih besar kepada tokoh "pribumi" untuk mengatur pembangunan di  wilayahnya. Demikian juga di Buleleng.
Kesempatan ini digunakan oleh I Gusti Ketut Jelantik dengan membangun kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat.
Kesempatan ini digunakan oleh I Gusti Ketut Jelantik dengan membangun kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat.
            I Gusti Ketut Jelantik tentunya  tidak bebas menjalankan kebijakan sendiri dalam tugasnya. Diatas beliau ada  kekuasaan Asisten residen. Maka kerap kali beliau mendampingi perjalanan kerja  (tourne) ke pelbagai wilayah kerajaan di Bali. Setelah menguasai Buleleng dan  Karangasem, sepertinya Belanda ingin menacapkan kukunya di wilayah Badung dan  Tabanan. Ini dialami langsung oleh I Gusti Ketut Jelantik dalam menjalankan  tugasnya sebai seorang punggawa yang diatur-atur oleh Belanda sebagai  atasannya.
            I Gusti Ketut Jelantik mengikuti  perjalanan Asisten residan Schwartz ke pelbagai daerah di Bali. Pada tanggal 17  Juli 1899 muali perjalanan ke Tabanan dan Badung, dengan berkuda, dari Singaraja.  Ikut dalam rombongan itu Ida Bagus Gelgel. Juga ikut serta I Gusti Ketut Jiwa  sebagai juru bahasa. Setelah enam setengah sampailah rombongan d Pengastulan.  Singgah di Bubunan memeriksa sebuah pesanggrahan yang sedang dibangun.
            Tanggal 18 Juli, dilanjutkan ke desa  Petemon, Ringdikit, Rangdu, Mayong,   Busugbiu dan Kekeran. Penduduk  di desa Bantiran waktu itu berjumlah 200 jiwa. Asisten residen mencatat bahwa  daerah ini juga seperti daerah lain di Buleleng sangatlah subur dan indah. Di  Pupuan terdapat kebun kopi yang saat itu sedang panen besar. Penduduk berjumlah  200 jiwa dengan 16 orang keturuna Cina. Selain itu Pupuan terdapat kegiatan  penjualan candu selain di beberapa tempat di Buleleng. Sedangkan di Pujungan  berpenduduk 400 jiwa Sampailah  perjalanan rombongan di perbukitan dengan  hutan yang sangat lebat yang berada di perbatasan Buleleng dan Tabanan.  Beberapa "koelie" atau orang suruhan dikirim oleh Raja Tabanan menyongsong dan  membantu mengangkut barang bawaan para pejabat pemerintah.
            Ibukota Tabanan berbentuk hamparan  memanjang dengan jalan lebar saling berpotongan (pempatan) yang kelihatannya  kurang terawat, berpenduduk sekitar 1000 orang. Di pusat kota terdapat beberapa  puri, di antaranya Puri Agung sebagai istana Raja (Cokorda), Puri Kaleran  sebagao istana (Wakil Raja) Gusti Ngurah Made Kaleran. Juga terdapat Puri Oka,  Puri Anyar dan Puri Dangin yang menjadi tempat tinggal sanakkeluarga Raja. 22  Juli 1899. Pada pagi hari setelah kedatangan kami, diisi dengan kunjungan resmi  ke Puri agung menghadap kepada Cokorda. Waktu perjamuan ditentukan oleh  putra-putranya, dan sewaktu rombongan memasuki puri, para Pedanda dan Punggawa  menyongsong kedatangan rombongan tamu pembesar dari Singaraja, diantar ke  kediaman Raja. Melihat suasana penyambutan Tuan Schwartz kelihatan sangat puas.  Apalagi, tinggi di atas tiang terlihat bendera Belanda tigawarna berkibar  dengan megahnya.
            Kedatangan para pembesar dari  Singaraja sebagai ibu kota Bali disongsong oleh Wakil Raja Tababan Gusti Ngurah  Made Kaleran. Sedangkan Cokorda Gusti Ngurah Agung, berumur sekitar 80 tahun,  menuggu di dalam Puri. Ketika kami memasuki halaman dalam, Cokorda Gusti Ngurah  Agung turun menyongsong rombongan dengan tergopoh-gopoh, seraya menunjukkan  jalan ke ruangan tamu yang disebut Bale Petandakan.
            Kerajaan Tabanan memang sudah  menandatangani kontrak dengan Belanda tahun 1844. Namun Belanda akhirnya  memakai kekerasan perang, melalui tiga kali penyerbuan, yang akhirnya berhasil  menaklukkan kerajaan Buleleng sehingga kekuasaan Belanda di Bali sudah menjadi  kenyataan. Setelah itu kembali pihak Belanda menyodorkan surat kontrak pada  tahun 1849. Kenyataan inilah yang menimbulkan kekecewaan para raja di Bali.  Maka dalam kegiatan pemerintahan banyak dilimpahkan kepada para wakilnya  bilamana kemudian berhadapan dengan pejabat pemerintah Belanda.
            Dalam pembicaraan antara para  pembesar pemerintahan, secara garis besar berkesan sepertinya pihak Belanda,  melalui kontlir bidang politik Schwartz atas nama Residen Liefrinck tidak lain  berbasa basi dengan berbagai upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat di  Tabanan. Kemudian misi ini dilanjutkan ke Wilayah kerajaan Badung.
            I Gusti Ketut Jelantik adalah  seorang pahlawan nasional yang berasal dari Bali. Seorang patih agung dari  kerajaan Buleleng yang merupakan putera dari I Gusti Nyoman Jelantik Raya.  Beliau diangkat sebagai patih di kerajaan Buleleng pada tahun 1828 dan  meninggal pada tahun 1849. I Gusti Ketut Jelantik dinobatkan sebagai salah satu  pahlawan nasional karena keberaniannya dalam melawan penjajah Belanda pada saat  itu. Sikap dan tindakanya dinilai berani karena menolak tuntutan Belanda dalam  sebuah perundingan yang menuntut agar kerajaan buleleng mengganti kerugian  kapal yang dirusak dan mengakui kedaulatan pemerintah Hindia Belanda. Pada saat  perundingan iitu pihak belanda diwakili oleh JPT Mayor Komisaris Hindia  Belanda, sedangkan Kerajaan Buleleng diwakili oleh raja Buleleng I Gusti Ngurah  Mada Karangasem dan Patih Agung I Gusti Ketut Jelantik. "Tidak bisa menguasai  negeri orang lain hanya dengan sehelai kertas saja tapi harus diselesaikan  diatas ujung keris. Selama saya hidup kerajaan ini tidak akan pernah mengakui  kedaulatan Belanda". Seperti itulah kutipan perkataan I Gusti Ketut Jelantik  yang marah besar dengan tuntutan pihak Belanda.   
            Tak habis akal, pihak Belanda terus  mencoba mencari cela untuk melawan I Gusti Ketut Jelantik, salah satunya dengan  memanfaatkan Raja Klungkung. Dalam pertemuan yang berlangsung pada tanggal 12  Mei 1845 ini Belanda menuntut agar Buleleng mengganti rugi kapal dan menghapuskan  hak "tawan karang" yakni merampas perahu yang terdampar di kawasan Buleleng. I  Gusti Ketut Jelantik pun naik pitam, bahkan beliau menghunuskan sebilah keris  pada kertas perjanjian. Beliau menantang Belanda untuk menyerang den Bukit atau  Bali Utara.
            Pada tanggal 27 Juni 1846 Belanda  benar-benar melakukan serangan ke kerajaan Buleleng. Namun akhirnya kerajaan  Buleleng jatuh ke tangan Belanda pada tanggal 29 Juni 1846. Kemudian raja  buleleng dan patih I Gusti Ketut Jelantik mundur ke desa Jagaraga untuk  menyusun kekuatan. Patih I Gusti Ketut Jelantik adalah seseorang yang ahli  strategi perang dan menjadi sosok yang disegani oleh raja-raja lain karena  sikapnya yang teguh pendirian. Hal ini ditunjukkan ketika mempertahankan desa  Jagaraga patih I Gusti Ketut Jelantik terus memperkuat pasukannya dan mendapat  bantuan dari kerajaan lain seeperti klungkung, Karang Asem, Badung dan Mengwi.
            Pada tanggal 6 sampai 8 Juni 1848  pihak Belanda melakukan serangan kedua dengan mendaratkan pasukanya di sangsit.  Pihak Bali dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik dengan mengerahkan pasukan  benteng Jagaraga yang merupakan benteng terkuat dibandingkan dengan 4 benteng  lainnya. Sedangkan pihak belanda dipimpin oleh Jendral Van Der Wijck. Tetapi  pihak Belanda gagal menembus benteng yang dipimpin oleh I gusti Ketut Jelantik  dan hanya mampu merebut satu benteng saja yakni benteng sebelah timur sansit  yang berada dekat Bungkulan.
            Dengan adanya kekalahan ini semakin  mengangkat semangat raja-raja lainnya untuk semakin mengerahkan kekuatan dalam  melawan Belanda. Namun pasukan patih jelantik ini menggegerkan parlemen Belanda  yang kemudian melancarkan serangan besar-besaran yang dipimpin oleh Jendral  Michiels pada tanggal 31 Maret 1849. Belanda menyerang Bali dengan menembakan  meriam-meriamnya. Pada tanggal 7 April 1849 raja buleleng dan patih jelantik  bersama 12 ribu prajurit berhadapan dengan jendral michiels. Namun karena kalah  persenjataan bali terdesak dan mundur sampai pegunungan Batur Kintamani.  Jagaraga pun jatuh ke tangan Belanda pada 16 April 1849. Akhirnya patih  jelantik gugur pada serangan karangasem oleh Belanda yang didatangkan dari  Lommbok dan menyerang hingga kepegunungan Bale Punduk.
            Atas keberanian sikap dan mental  perjuangan yang ditunjukkan oleh I gusti Ketut Jelantik tentu tidak ada kata  ragu untuk kita memberikan gelar Pahlawan Nasional. Pada tanggal 19 Agustus  1993 Pemerintah RI memberikan Gelar Pahlawan nasional pada Patih Jelantik  berdasarkan SK Presiden RI No. 077/TK/Tahun 1993.
DAFTAR  PUSTAKA
Asril. 2017. Sejarah Indonesia ZAMAN PENJAJAHAN BANGSA  EROPA. 
Sejarahri. Biografi I Gusti Ketut Jelantik, Pahlawan asal Bali.  (Online). http://sejarahri.com/biografi-i-gusti-ketut-jelantik-pahlawan-asal-bali/.  Diakses 17 Desember 2017.
BaliSoulmate. 2013. I Gusti  Ketut Jelantik. (Online). 
I Gusti Ketut Jelantik. (Online). https://id.wikipedia.org/wiki/I_Gusti_Ketut_Jelantik. Diakses 17  Desember.